13 Desember 2012
” Bersikap Bijak Pada Ajaran Wali Songo “ (Merujuk kitab “Kropak Ferara” buah pena Sunan Bonang)
oleh Anang An-Nakhaa'i pada 6 Agustus 2012 pukul 17:38 •
Alhamdulillah berikut kami hadirkan rekaman kajian umum “Tabligh Akbar Ramadhan 1433H” bersama Al-Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin, Lc diselenggarakan di Masjid Jami’ Amar Ma’ruf Bulak Kapal, Bekasi Timur. Pada hari Ahad, 9 Ramadhan 1433H / 29 Juli 2012 kemarin.
Tema yang disampikan ” Bersikap Bijak Pada Ajaran Wali Songo “ (Merujuk kitab “Kropak Farara” buah pena Sunan Bonang).
Carut Marut Hikayat Walisongo
Sejarah masuknya Islam di Indonesia sungguh penuh dengan carut-marut karena sejak dahulu bangsa Indonesia memang lemah dalam sistim dokumentasi. Akibatnya, sejarah Indonesia sebelum datangnya bangsa Belanda selalu ada beberapa versi karena selalu ada distorsi dari pelaku sejarah maupun dari masyarakat yang meneruskan cerita tersebut kepada generasi berikutnya.
Sungguh suatu hal sangat memprihatinkan, bahwa sejarah lahirnya Islam di Jazirah Arabia yang terjadi pada abad ke-7 Masehi dan lahirnya Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam [581 M], wafat [632 M] dan penggantinya Abu Bakar [632-634 M], Umar Bin Khotob [634-644 M], Usman Bin Affan [644-656 M], Ali Bin Abi Thalib [656-661 M] serta perkembangan Islam selanjutnya dapat terdokumentasi secara jelas. Namun sejarah masuknya Islam di Indonesia yang terjadi 7 abad setelahnya, justru tidak terdokumentasi secara pasti. Barangkali karena alasan itulah maka sejarah tentang walisongo juga penuh dengan carut-marut.
Kisah-kisah individu walisongo penuh dengan nuansa mistik, bahkan tidak hanya nuansa mistik yang menyelimuti kisah walisongo tetapi juga penuh dengan berita-berita bohong. Mistik dan bohong adalah dua hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, tetapi mengapa keduanya justru menjadi warna utama kisah para wali yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran islam di Indonesia?
Sebagai umat Islam tentu saja kita harus mengembangkan metode berpikir dialektis untuk mengambil hikmah yang sesungguhnya dan meluruskan sejarah yang sebenarnya berdasarkan sumber yang benar.
Berikut adalah dokumen-dokumen yang dipastikan kebenarannya sehubungan dengan kisah-kisah Walisongo;
1. “Het book van Bonang”, buku ini ada di perpustakaan Heiden-Belanda, yang menjadi salah satu dokumen langka dari jaman Walisongo. Kalau tidak dibawa Belanda, mungkin dokumen yang amat penting itu sudah lenyap. Buku ini ditulis oleh Sunan Bonang pada abad 15 yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam.
2. “Suluk Linglung”, buku karya Sunan Kalijogo. Buku ini berbeda dengan buku ‘Suluk Linglung’ karya Imam Anom yang banyak beredar.
3. “Kropak Farara”, buku yang amat penting tentang walisongo ini diterjemahkan oleh Prof.Dr. GJW Drewes ke dalam bahasa Belanda dan diterjemahkan oleh Wahyudi ke dalam bahasa Indonesia.
4. “Kitab Walisana”, kitab yang disusun oleh Sunan Giri ini berisi tentang ajaran Islam dan beberapa peristiwa penting dalam perkembangan masuknya agama Islam di tanah Jawa.
Istilah walisongo memang masih kontroversial dan tidak ada dokumen yang dapat dijadikan rujukan untuk menentukan mana yang benar. Istilah walisongo adalah nama sebuah dewan yang beranggotakan 9 orang [A. Wahyudi dan Abu Khalid; Widji Saksono,1995].
Anggota walisongo merupakan orang-orang pilihan dan oleh karena itu oleh orang jawa dinamakan wali. Istilah wali berasal dari bahasa arab aulia, yang artinya orang yang dekat dengan Allah SWT karena ketakwaannya. Sedangkan istilah songo merujuk kepada penyebaran agama Islam ke segala penuru. Orang jawa mengenal istilah kiblat papat limo pancer untuk menggambarkan segala penjuru, yaitu utara-timur-selatan-barat disebut keblat papat dan empat arah diantaranya ditambah pusat disebut limo pancer.
Dalam kitab Kanzul Ulum karya IBNUL BATHUTHAH yang masih tersimpan di perpustakaan istana kasultanan Ottoman di Istambul, pembentukan Walisongo ternyata pertama kali dilakukan oleh sultan Turki, MUHAMMAD I yang menerima laporan dari para saudagar Gujarat {India} bahwa di pulau Jawa jumlah pemelukm agama Islam masih sangat sedikit. Berdasarkan laporan tersebut Sulatn MUHAMMAD I membentuk sebuah tim yang beranggotakan 9 orang, yaitu :
1. MAULANA MALIK IBRAHIM, berasal dari Turki, ahli irigasi dan tata pemerintahan2. MAULANA ISHAQ, berasal dari Samarkan ahli pengobatan3. MAULANA AHMAD JUMADIL KUBRO, berasal dari Mesir4. MAULAN MUHAMMAD AL MAGHROBI, berasal dari Maroko5. MAULANA MALIK ISRO’IL, berasal dari Turki, ahli tata pemerintahan6. MAULANA MUHAMMAD ALI AKBAR, berasal dari Iran, ahli pengobatan7. MAULANA HASANUDDIN, dari Palestina8. Maulana ALIYUDDIN, dari Palestina9. Syekh SUBAKIR, dari Iran, ahli kemasyarakatan
Inilah walisongo angkatan pertama yang datang ke pulau Jawa pada saat yang tepat, karena Majapahit sendiri pada saat itu sedang dilanda perang saudara, yaitu perang paregreg, sehingga kedatangan mereka tidak begitu mendapat perhatian. Perlu diketahui bahwa tim pertama tersebut bukanlah para ahli agama atau bisa dikatakan bahwa mereka belum mempunyai ilmu agama yang mumpuni. Sultan Muhammad I tidak pernah menyebut tim tersebut dengan nama walisongo. Barangkali istilah walisongo berasal dari masyarakat atau dari tim itu sendiri setelah bekerja beberapa pulh tahun. Adapula kemungkinan bahwa istilah walisongo muncul setelah wali pribumi dari kalangan bangsawan yang masuk kedalam tim.
Karena Maulana Malik Ibrahim sebagai ketua walisongo wafat pada tahun 1419 M, maka pada tahun 1421 M dikirim seorang penyebar Islam baru yang bernama AHMAD ALI RAHMATULLAH dari Champa yang juga keponakan MAULANA ISHAK. Beliau adalah anak IBRAHIM ASMARAKANDI yang menjadi menantu Sultan Campha. Pemilihan Ahmad Ali Rahmatullah yang nantinya sering dipanggil RADEN RAHMAT adalah keputusan yang sangat tepat, karena Raden Rahmat dianggap mempunyai kelebihan [ilmu agama yang lebih dalam] dan putra Mahkota kerajaan Majapahit pada saat itu menikah dengan bibi Raden Rahmat. Oleh karena itu dengan Raden Rahmat menjadi ketua, walisongo berharap agar Prabu KertaWijaya dapat masuk Islam, atau setidak-tidaknya tidak menghalangi penyebarah Islam. Dialog antara Raden Rahmat yang mengajak Prabu KertaWijaya masuk Islam tertulis dalam Kitab Walisana dengan langgam Sinom pupuh IV bait 9-11 dan bait 12-14.
Karena masih kerabat istana, maka Raden Rahmat diberi daerah Ampeldento oleh Raja Majapahit yang kemudian dijadikan markas untuk mendirikan pesantren. Selanjutnya Raden Rahmat dikenal dengan nama SUNAN AMPEL. Menurut Widji Saksono [1995:23-24], kedatangan Raden Rahmat di pulau jawa disertai dua pemuda bangsawan Champha yaitu Raden SANTRI ALI dan ALIM ABU HURAIRAH serta 40 orang pengawal. Selanjutnya Raden Santri Ali dan Alim Abu Hurairah bermukim di Gresik dan dikenal dengan SUNAN GRESIK dan SUNAN MAJAGUNG. Dengan kedatangan Raden Rahmat, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan kedua.
Pada tahun 1435 ada dua orang wali yang wafat, yaitu Maulana Malik Isro`il dan Maulana Muhammad Ali Akbar. Dengan meninggalnya dua orang itu, dewan mengajukan permohonan kepada Sultan Turki [tahun 1421 Sultan Muhammad I digantikan oleh sultan MURAD II, yang memimpin sampai tahun 1451 {Barraclough, 1982:48}] untuk dikirimkan dua orang pengganti yang mempunyai kemampuan agama yang lebih mendalam.
Permohonan tersebut dikabulkan dan pada tahun 1436 dikirim dua orang juru dakwah, yaitu :
1. SAYYID JA`FAR SHODIQ, berasal dari Palestina, yang selanjutnya bermukin di Kudus dan dikenal dengan nama SUNAN KUDUS. Dalam buku Babad Demak karya Atmodarminto {2001, disebutkan bahwa Sayyid Ja`far Shodiq adalah satu-satunya anggota walisongo yang paling menguasai Ilmu Fiqih.
2. SYARIF HIDAYATULLAH, berasal dari Palestina yang merupakan ahli strategi perang. Menurut buku Babad Tanah Sunda Babad Cirebon karya PS Sulendraningrat {tanpa tahun}, Syarif Hidayatullah adalah cucu Prabu Siliwangi dari Pajajaran hasil perkawinan Rara Santang dan Sultan Syarif Abdullah dari Mesir. Selanjutnya Syarif Hidayatullah bermukim di Cirebon dan dikenal dengan nama SUNAN GUNUNG JATI.
Dengan kedatangan wali muda tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan ketiga. Nampak dari informasi diatas bahwa ada tiga wali muda yang tentu mempunyai kedalaman ilmu agama yang lebih dibandingkan dengan angkatan sebelumnya.
Pada tahun 1462 dua orang anggota walisongo wafat, yaitu Maulana Hasanuddin dan Maulana Aliyuddin. Sebelum itu ada dua orang anggota wali yang meninggalkan tanah Jawa, yaitu Syekh Subakir pulang ke Persia dan Maulana Ishak berdakwah di Pasai.
Dalam sidang walisongo di Ampeldento, diputuskan bahwa ada empat orang yang masuk dalam dewan walisongo, yaitu:
1. Raden MAKHDUM IBRAHIM, putra Sunan Ampel yang bermukim di desa Mbonang, Tuban. Selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN MBONANG.2. Raden QOSIM, putra Sunan Ampel yang bermukim di lamongan dan dikenal dengan nama SUNAN DRAJAT.3. Raden PAKU, putra Maulana ISHAQ yang bermukim di Gresik dan selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN GIRI.4. Raden Mas SAID, putra Adipati Tuban yang bermukim di Kadilangu, Demak. Selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN KALIJOGO.
Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan keempat. Dalam dewan walisongo angkatan keempat ini masih ada dua orang yang bersal dari angkatan pertama, sehingga pada tahun 1463 mereka sudah bertugas di tanah Jawa selama 59 tahun. Dua orang itu adalah Maulana Ahmad Jumadil Qubro yang meninggal pada tahun 1465 dan Maulana Muhammad Al Maghrobi [tidak diketahui tahun berapa wafatnya]. Dalam kitab walisana disebutkan bahwa pada saat Raden FATAH menghadapi SYEKH SITI JENAR, Maulana Muhammad Al Maghrobi masih merupakan tokoh sentral, kuat dugaan bahwa beliau yang mengambil keputusan tentang masalah Syekh Siti Jenar.
Perlu diperhatikan bahwa mulai angkatan keempat ini banyak anggota walisongo yang merupakan putra bangsawan pribumi. Bersamaan dengan itu, orientasi ajaran islam mulai berubah dari Arab Sentris menjadi Islam Kompromistis. Pada saat itulah tubuh walisongo mulai terbelah antara kelompok futi`a dan aba`ah, barangkali pada saat itu pula muncul istilah Walisongo. Isi kitab walisana yang ditulis oleh Sunan Giri II pun yang ditulis pada awal abad 16 banyak berbeda dengan buku-buku sunan Mbonang yang masih menjelaskan ajaran Islam yang murni.
Dengan meninggalnya dua orang wali yang paling tua itu, maka pada tahun 1466 diadakan sidang yang memutuskan memasukkan anggota baru dan mengganti ketua dewan yang sudah berusia lanjut. Ketua dewan yang dipih dalam siding tersebut adalah Sunan GIRI, sedangkan anggota dewan yang masuk adalah :
1. Raden FATAH, putra Raja Majapahit Brawijaya V yang merupakan Adipati Demak.2. FATHULLAH KHAN, putra Sunan Gunung Jati yang dimaksudkan untuk membantu tugas ayahandanya yang sudah berusia lanjut.
Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan kelima.
Setelah Raden Fatah dinobatkan menjadi Sultan Demak Bintara, maka pada tahun 1478, dilakukan perombakan lagi dalam tubu dewan walisongo. Selain Raden Fatah, Sunan Gunung Jati pun lengser karena usianya lang lanjut. Posisi Sunan Gunung Jati digantikan oleh Fathullah Khan yang memang sudah ada dalam dewan walisongo. Dua posisi yang kosong diisi oleh :
1. Raden UMAR SAID, putra Sunan Kalijogo yang lebih dikenal sebagai SUNAN MURIA.2. Sunan PANDANARAN, murid Sunan Kalijogo yang bermukim di Tembayat, juga dikenal sebagai SUNAN TEMBAYAT.Menurut kitab walisana karya Sunan Giri II, status Sunan Muria dan Sunan Padanaran hanya sebagai wali penerus atau wali nubuah atau wali nukbah. Kitab walisana juga tidak tidak pernah menyebut nama Fathullah Khan sebagai anggota walisongo, barangkali hal itu terjadi karena begitu diangkat menjadi anggota walisongo, Fathullah Khan langsung disebut sebagai Sunan Gunung Jati seperti sebutan untuk ayahandanya.
Setelah masa walisongo angkatan keenam, masih banyak orang yang pernah mendapat gelar sebagai wali, namun kapan mereka itu diangkat dan menggantikan siapa, tidak ada bukti dan keterangan yang dapat dijadikan patokan dan kebenarannyapun masih banyak diragukan. Mereka itu misalnya SYEKH SITI JENAR, Sunan GESENG, sunan NGUDUNG, Sunan PADUSAN, Sunan KALINYAMAT, Sunan MURYAPODO, dan ada beberapa orang yang juga dianggap sebagai wali misalnya Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Pengging.
E.A. IndrayanaPemerhati Sejarah Kerajaan JawaTinggal di Bekasi
Pustaka :
o Hasanu Simon, 2004, Peranan Walisongo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa Dalam Misteri Syekh Siti Jenar, Pustaka Pelajar, Jogjakarta.o Sulendraningrat, 1984, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon.o Asnan Wahyudi dan Abu Khalid MA, tanpa tahun, Kisah Walisongo, Karya Ilmi, Surabaya.o Widji Saksono,1995, Mengislamkan Tanah Jawa:Telaah atas Metode Dakwah Walisongo,Penerbit Mizan, Bandung.o Atmodarminto, R., 2000, Babad Demak;Dalam Tafsir Sosial Politik Keislaman dan Kebangsaan, terjemahan Saudi Berlian, Millenium Publisher, Jakarta. (© Banyu Mili 2009) Selesai.
Sedikit ulasan tentang “Kropak Ferrara” yang menjadi rujukan Ustadz Zainal pada tabligh akbar ini. Kropak Ferrara adalah dokumen yang disimpan di museum ‘Marquis Cristino Bevilacqua’ di kota Ferrara Italia, terdiri dari 23 lembar daun lontar ditulis dalam huruf Jawa Kuno, berisi catatan sarasehan ‘walisongo’. Daun lontar tersebut ditemukan oleh misionaris Katholik Roma pada tahun 1598 di kota Pasuruan. Diterjemahkan kedalam bahasa Belanda oleh Prof.Dr. GJW Drewes tahun 1978 dan diterjemahkan oleh Asnan Wahyudi ke dalam bahasa Indonesia tahun 2002. Wallahu a’lam
AKHIR KEKALAHAN ISRAEL
Hari akan datangnya Kekalahan & hancurnya zionis israel oleh Umat Islam
sebagai pertanda akan segera terjadi HARI KIAMAT KUBRA seperti sabda nabi
Muhammad saw, ternyata Di YAKINI oleh banyak kaum zionis & Para Petinggi
Zionis israel sendiri..
Silahkan baca artikel di bawah...
Salam
AL-Pacitan
**
* Akhir Sebuah Entitas
Yang Bernama 'Israel'*
Oleh: Abdul Wahhab al-Masiri
COMES: -Pada tanggal 17 Agustus 2006 lalu, saat terjadi perang Arab-'Israel'
keenam dan ketika pesawat-pesawat tempur Zionis Israel meluluhlantakkan
kota, desa dan infrastruktur Lebanon dengan menumpahkan darah warga sipil
tak berdosa, harian 'Israel' *Ma'ariv* menurunkan sebuah tulisan yang
ditulis wartawan Jonathan Shem dengan judul "Tel Aviv didirikan tahun 1909
dan di tahun 2009 akan menjadi puing-puing" .
Dalam tulisan itu disebutkan:" Seratus tahun lalu mereka
mendirikan kota pertama Yahudi dan seratus tahun berikutnya, setelah
mengurung diri, hilang dari peredaran." Apa yang membawa si penulis tersebut
sampai berbicara tentang sebuah akhir, akhir 'Israel'. Padahal kekuatan
militer Zionis Israel pada puncaknya, serta dukungan politik, dana dan
militer tak terbatas dari AS? Bagaimana mungkin ia bisa menafsiri sikap
seperti itu?
Sebagai awal tulisan ini harus kita sebutkan bahwa ada sebuah
realita yang nyaris hilang di benak kebanyakan dunia Arab. Yaitu, soal akhir
dari 'Israel' itu sudah mengakar dalam diri Zionis Israel. Sampai sebelum
berdirinya entitas Zionis Israel itu sendiri, mayoritas kaum Zionis tahu
bahwa rencana Zionisme adalah sebuah rencana yang mustahil dan mimpi kaum
Zionis itu akan menjadi sebuah halayan belaka.
Pascaberdirinya entitas Zionis Israel dan para pemukim Yahudi
mewujudkan 'kemenangan' atas militer Arab, mulai nyaring suara-suara akan
berakhirnya entitas tersebut.
Di tahun 1954, Menteri Pertahanan dan Luar Negeri 'Isael' saat
itu, Moshe Dayan, dihadapan jenazah temannya yang dibunuh oleh para pasukan
berani mati Palestina mengatakan;" Kita harus siap dan bersenjata, kita harus
kuat dan perkasa, agar jangan sampai pedang ini terlepas dari genggaman kita
dan dunia akan berakhir."
Berakhir, adalah sebuah kata yang terpatri dalam benak mereka.
Para korban yang mereka usir dari tanah air dan tempat tinggalnya,
bersama-sama para keturunannya berubah menjadi pasukan berani mati yang
mengetok pintu meminta tanah yang telah dirampas para penjajah tersebut.
Oleh karena itu, seorang penyair 'Israel' Chaem Gory memandang
bahwa setiap orang 'Israel' dilahirkan "dan di dalamnya ada pisau yang akan
menyembelihnya" , "Tanah ini (yaitu 'Israel') tak habis-habisnya" , selalu
meminta tambahan tempat penggalian dan peti-peti mayat. Pada setiap
kelahiran pasti ada kematian, dan setiap permulaan pasti ada akhirnya.
Sebuah cerita berjudul "Dalam menghadapi hutan" yang ditulis
cerpenis 'Israel' Abraham Yahusha di pertengahan awal di tahun 60-an
menceritakan tentang kejiwaan seorang pelajar 'Israel' yang ditugasi
menunggu hutan yang diurus oleh Dana Moneter Nasional Yahudi di sebuah
wilayah desa milik Arab yang disikat habis oleh orang-orang Yahudi Zionis
bersama desa dan kota-kota lainnya.
Walau si penjaga hutan ini selalu bersenandung tentang
persatuan, ia selalu menghadapi seorang Arab tua bisu salah seorang penduduk
desa, bersama puterinya sedang merawat hutan. Lalu tumbuhlah hubungan cinta
dan benci antara seorang Arab ini dengan orang 'Israel'. Si 'Israel' ini
takut upaya balas dendam dari orang Arab yang menderita bersama keluarganya
akibat pembersihan etnis yang dilakukan oleh Zionis Israel pada tahun 1948.
Akan tetapi walaupun dalam kondisi seperti itu, si penjaga hutan
menemukan dirinya serba salah. Bahkan tanpa disadari, ia membantu orang tua
itu menyalakan api di hutan tersebut.
Pada akhirnya, saat orang tua Arab itu berhasil menyalakan api
di hutan, si penjaga melepaskan segala perasaan kejiwaannya dan merasakan
ketenangan yang aneh setelah hutan itu ludes dibakar api. Yaitu, setelah
akhir perjalanan 'Israel'!
Dalam pertemuan tertutup di Pusat Kajian Politik dan Strategi di
Harian *Al-Ahram*, Mesir, seorang jendral Perancis, Andre Bauver, yang
pernah memimpin pasukan Perancis dalam perang Segitiga melawan Mesir di
tahun 1956, memberitahukan kepada kami sebuah peristiwa aneh. Dan itu ia
saksikan sendiri.
Di akhir tahun 1967, ia pernah bertemu dengan Isaac Rabin, atau
tepatnya beberapa hari usai perang enam hari melawan pasukan Arab. Ketika
keduanya terbang di atas udara Gurun Sinai saat pasukan Zionis Israel pulang
ke 'negara' nya dengan membawa kemenangan telak. Jendral Bauver menyampaikan
ucapan selamat kepada Rabin atas kemenangan militernya. Namun ia terkejut
saat Rabin mengatakan;" Tapi apakah ini semua akan kekal?" Ketika di puncak,
sang jendral itu tahu tentang keniscayaan sebuah akhir perjalanan negara
Yahudi itu.
Masalah akhir dari Zionis Israel ini, banyak yang tidak senang
membahasnya di 'Israel'. Namun hal ini terus memusingkan mereka saat terjadi
krisis. Contoh saja, di saat terjadi Intifadhah tahun 1987, ketika konsensus
Zionis tentang permukiman mulai berguguran, juru bicara pemukim Yahudi,
Israel Harel mengingatkan bahwa jika nanti terjadi bentuk penarikan atau
kompromi apapun (maksudnya penarikan pasukan sepihak). Maka itu tidak hanya
berhenti di garis hijau (perbatasan 1948), sebab akan ada kemunduran
spiritual yang akan bisa mengancam keberadaan negara itu sendiri (*Jerusalem
Post*, 30 Januari 1988).
Ketua Majelis Regional Samera, Sharon (dalam perdebatan
dengannya), "Jalan diplomasi ini adalah akhir dari permukiman Yahudi, itulah
akhir dari 'Israel'" (*Ha'aretz* 17 Januari 2002). Bahkan para pemukim
Yahudi mengeluh-eluhkan bahwa penarikan dari Nablus itu berarti penarikan
dari Tel Aviv.
Bersamaan dengan munculnya Intifadhah Al-Aqsha (Intifadhah jilid
II) beberapa koran 'Israel' sering membahas soal akhir dari entitas Zionis
Israel. Salah satunya, *Yediot Aharonot* (27/1/2002) menurunkan tulisan
berjudul "Mereka membeli vila-vila di luar untuk antisipasi datangnya hari
yang hitam". Di hari dimana orang-orang 'Israel' itu tidak senang untuk
memikirkannya, yaitu berakhirnya entitas Zionis Israel!
Tema itu juga muncul di dalam tulisan Ya'el Bazmelmad (*Ma'ariv*,
27/12/2001) yang memulai tulisannya dengan mengatakan;" Saya selalu berusaha
untuk menjauhkan ide yang cukup merisaukan ini, namun selalu berada di
benakku saat aku berpikir. Apakah akhir dari negara ('Israel') ini sama
seperti berakhirnya gerakan permukiman?"
Gid'aun Eist meringkas sikap ini dengan ungkapannya,
"Menangislah wahai 'Israel' (*Yediot Aharonot*, 29/1/2002).
Bahkan majalah *Newsweek* (2/4/2002) menurunkan edisinya dengan
*cover* majalah bergambar bintang 'Israel' dan didalamnya ada sebuah
pertanyaan berikut;"Masa depan 'Israel'; bagaimana caranya bisa tetap
kekal?" Untuk mempertegas maksud dari cover itu, majalah tersebut
menuliskan; "Apakah negara Yahudi itu akan masih bisa hidup? Dengan jaminan
apa? Dengan identitas apa?"
Tapi yang terpenting lagi adalah apa yang ditulis penulis
'Israel', Amos Allon yang mengatakan bahwa ia menegaskan di saat terjadi
rasa pesimis khawatir kalau nanti sudah tidak ada lagi." "Sudah saya katakan
kepada Anda bahwa apa yang saya khawatirkan itu hanyalah separuhnya saja."
(yang separuhnya lagi bahwa masa itu benar-benar hilang).
Pembicaraan tentang berakhirnya riwayat entitas Zionis Israel,
sering dibahas dalam tulisan Eitan Haber dengan judul "Malam bahagia wahai
sang pesimis... dan duka menyelimuti 'Israel'" (*Yediot Aharonot*,
11/11/2001). Penulis itu mengisyaratkan bahwa militer AS bersenjatakan
peralatan militer yang modern. Namun semua masih ingat gambar atau foto
heli-heli tempur AS terbang mengitari di udara kedubes AS di Saigon dalam
upaya mengevakuasi orang AS dan para anteknya dalam suasana yang sangat
mencekam, sampai matipun sudah terbayang. Pesawat helikopter adalah simbol
kekalahan, penyerahan dan kabur dari musuh di saat yang tepat.
Kemudian sang penulis melanjutkan tulisannya dengan
mengatakan;" Tentara invanteri di Vietnam Utara berhasil menghancurkan
orang-orang bersenjata dengan persenjataan modern. Rahasianya adalah pada
ruh (jiwa) yang mendorong para pejuang dan pemimpinnya itu untuk menang. Ruh
disini artinya spiritual, kegigihan dan kesadaran akan kebenaran konsep
serta perasaan akan tidak adanya pilihan yang lain. Dan ini yang tidak
dimiliki oleh 'Israel' yang sekarang sedang dirundung duka."
Penulis lain, Abraham Bourg dalam tulisannya (*Yediot Aharonot*,
29/8/2003) mengatakan bahwa "Akhir dari rencana Zionisme internasional sudah
diambang pintu kegagalan. Di sana ada fenomena riil bahwa generasi kita ini
adalah generasi terakhir dari Zionisme."
Mungkin masih ada yang namanya negara Yahudi, tapi akan sangat
berbeda sekali, aneh dan jelek. Karena negara ini kehilangan rasa keadilan
yang mungkin bisa melanggengkannya. Bangunan struktural Zionisme
internasional sudah mulai retak. Sama seperti tempat-tempat resepsi murah
yang ada di Al-Quds (Jerusalem). Dimana sejumlah orang gila sedang asyik
berdansa di lantai atas, sementara tiang-tiang di lantai bawah mulai goyah."
Dengan tema yang baru, dalam tulisan Liron London (*Yediot
Aharonot*, 27/11/2003) berjudul "Tanda-tanda kiamat sudah mulai dekat kepada
negara 'Israel'". Dalam tulisan itu menyebutkan; "Dalam konferensi imunitas
sosial yang dilaksanakan pada pekan ini, diketahui bahwa mayoritas orang
'Israel' mengeluhkan jika nantinya negara ini ('Israel') akan eksis setelah
30 tahun kemudian. Data yang menggegerkan ini menunjukkan bahwa tanda-tanda
akhir zaman semakin dekat.
Saat Mahkamah Internasional memutuskan soal pembangunan tembok
'rasis' pemisah dan menyatakan *illegal*, maka mulailah awal dari akhir
negara Yahudi itu dibicarakan.
Tentu sebuah pertanyaan dengan sendirinya akan muncul; kenapa
bisa ada berita tentang akhir dari riwayat Zionisme yang mengusir
orang-orang 'Israel' itu? Kita akan mendapatkan banyak penyebabnya. Tapi
yang paling urgen adalah para pemukim Yahudi itu tahu bahwa disana ada
sebuah hukum sosial yang berlaku pada semua kekuatan penjajah. Yaitu bahwa
semua penjajah yang memberangus penduduk asli (seperti di Amerika Utara dan
Australia) akan diberikan kekekalan. Sedangkan yang gagal memberangus
penduduk asli (seperti kerajaan Inggris yang dikenal dengan pasukan Salib,
Aljazair dan Afrika Selatan) akan berujung kepada kemusnahan.
Sementara para pemukim Yahudi sendiri tahu dengan baik bahwa
penjajahannya di Palestina ini adalah model yang nomer dua (yang pasti
musnah) dan tidak ada pengecualian dalam hukum itu. Orang-orang Zionis
Israel tahu bahwa dirinya hidup di atas tanah yang pernah disinggahi
kerajaan Inggris, yang berakhir pada kemusnahan.
Dan yang lebih mempertegas lagi adalah eksistensi Barat dan
Zionis. Pada awalnya bersatu dengan rencana salibis dan rencana Zionis lalu
saling bergandengan tangan. Floyd George, PM Inggris yang berkuasa saat
keluarnya Deklarasi Balfour, secara tegas menyatakan bahwa Jendral Allenby
yang memimpin pasukan Inggris menduduki Palestina, pada akhirnya berhasil
memperoleh kemengan dengan kampanye salibisnya.
Atau bisa kita katakan bahwa rencana Zionisme adalah rencana
Inggris itu sendiri setelah menjadi sekuler dan setelah SDM Yahudi dipermak,
dinormalisasi dan disekulerasisi menggantikan SDM Kristen.
Oleh karena itu, para ilmuwan 'Israel' sedang mempelajari
pilar-pilar SDM, ekonomi dan militer bagi entitas Inggris serta hubungan
antara eksistensi ini dengan negeri yang didudukinya. Banyak peneliti Zionis
Israel yang konses meneliti tentang problematika permukiman dan imigran yang
dihadapi oleh entitas Inggris, serta mencoba memahami tentang faktor-faktor
kegagalannya.
Kepeduliaan atau keseriusan ini tidak hanya pada kalangan
akademisi saja. Para politisi pun, seperti Isaac Rabin dan Moshe Dayan juga
konsen dengan masalah permukiman dan imigran. Pada bulan September 1970
Isaac Rabin mencoba melakukan perbandingan antara kerajaan Inggris dan
'negara' Zionis, dimana ia sampai pada satu kesimpulan bahwa bahaya utama
yang mengancam 'Israel' adalah pembekuan imigran. Hal ini, menurut Rabin,
yang akan menyebabkan matinya negara karena kurangnya pasokan darah segar
dan baru didalamnya.
Seorang penulis 'Israel' lainnya, Jury Avnery dan mantan anggota
parlemen 'Israel' Knesset adalah salah satu pemukim Yahudi yang tahu sejak
awal akan gagalnya rencana Zionis dan mimpi mereka tersebut.
Oleh karena itu, sejak tahun 50-an majalah *Haolam Hezza* (Dunia
Ini) diluncurkan oleh Avenry yang khusus melakukan kritik kepada politik dan
kebijakan Zionis Israel. Sebelumnya juga, Avenry mengingatkan akan akhir
kerajaan Inggris yang tidak menyisakan selain sejumlah kerusakan.
Avenry juga menerbitkan sebuah buku berjudul "Israel Tanpa
Zionisme" (1968) didalamnya dilakukan perbandingan mendalam antara kerajaan
Inggris dan negara Zionis Israel. Menurut perbandingan itu, 'Israel' seperti
kerajaan Inggris yang dikepung secara militer karena tidak mempedulikan akan
eksistensi Palestina dan menolak pengakuan bahwa 'tanah yang dijanjikan' itu
sudah ditempati oleh bangsa Arab sejak ratusan tahun yang lalu.
Pada tahun 1983, Avenry kembali kepada tema yang sama, setelah
perang Zionis Israel atas Lebanon. Dalam makalah di majalah *Haolam
Hezza *dengan
judul "Apa yang akan terjadi di akhir nanti?", Avenry mengisyaratkan bahwa
kerajaan Inggris menjajah tanah di atas bumi yang lebih luas dari tanah yang
dijajah oleh negara Zionis Israel. Orang-orang Inggris itu mampu di segala
hal kecuali hidup dalam perdamaian, karena solusi moderat dan hidup
berdampingan secara damai merupakan keanehan pada pembentukan utama bagi
gerakan Zionisme ini.
Ketika generasi baru meminta perdamaian maka semua upaya hilang
secara cuma-cuma bersamaan dengan datangnya aliran baru dari para pemukim
Yahudi. Hal ini menunjukkan betapa kerajaan Inggris tidak pernah
menghilangkan watak kepemilikannya kepada permukiman.
Sampai pada lembaga militer dan ekonomi Inggris yang memainkan
peran secara aktif dalam upaya menggulung upaya perdamaian, upaya ekspansi
Inggris terus berlangsung selama satu generasi hingga dua generasi. Lalu
kondisi galau meliputi mereka dan ketegangan antar Kristen Inggris di satu
sisi dan para kader kelompok Kristen Timur di pihak lain. Hal inilah yang
menyebabkan lemahnya masyarakat permukiman Inggris dan lemahnya dukungan
dana serta SDM dari Barat.
Pada saat yang sama, gelombang baru Islam mulai menggeliat
dengan munculnya gerakan menekan kepada kerajaan Inggris. Umat Islam
menemukan jalan-jalan perdagangan alternatif yang menggantikan jalan-jalan
yang biasa dijadikan singgahan Inggris. Setelah generasi pertama pemimpin
kerajaan Inggris meninggal dunia, mereka digantikan oleh generasi yang
lemah. Sedangkan umat Islam disirami oleh darah baru dari para pemimpin
agung, mulai dari Sholahuddin Al-Ayyubi hingga Zaher Pebras. Perimbangan
kekuatan sekarang berpihak kepada kekuatan selain Inggris. Oleh karena itu,
tidak ada yang bisa menghentikan kekalahan yang dialami oleh kerajaan salib
tersebut!
Hari ini, berita akan berakhirnya riwayat Zionis Israel kembali
bergaung setelah perang keenam usai dan kehebatan perlawanan bangsa Lebanon
menghadapi kebrutalan Zionis Israel.
Orang-orang Zionis Israel tahu batas kekuatannya dan mereka akan
terus menuju kepada akhir riwayatnya. Sama seperti yang disampaikan oleh
budayawan 'Israel' Shalomo Raikh "'Israel' akan menelan kekalahan demi
kekalahan hingga sampai kepada akhir riwayatnya yang pasti datang".
Kemenangan-kemenang an militer itu tidak bisa mewujudkan apa-apa.
Karena perlawanan jihad terus berlangsung yang akhirnya berakibat kepada apa
yang disebut oleh sejarawan 'Israel' Jacob Talmun "Kemenangan yang mandul".
*Wallahu a'alam bisshawab* *(Aljazeera. net/AMRais) *
Langganan:
Postingan (Atom)